TOXIC PARENT?

 Toxic parents merupakan salah satu jenis pola asuh di mana orangtua selalu menginginkan keinginan dan kemauannya dituruti oleh anak tanpa memikirkan perasaan serta kurang menghargai hak berpendapat pada anak.

Bahkan, tidak jarang toxic parents melakukan kekerasan verbal pada anak dengan mengucapkan kata-kata yang seharusnya tidak diterima oleh anak.

Pola asuh toxic parenting akan banyak memengaruhi kondisi anak, seperti hubungan orangtua dan anak yang menjadi kurang baik.

Tidak hanya itu, pola asuh toxic parenting juga dapat memengaruhi kondisi kesehatan mental anak, seperti gangguan kecemasan, stres dan rasa percaya diri yang rendah.

Lalu, bagaimana sebaiknya kita sebagai anak menyikapi hal ini?

Empati: Hurt people hurt people.

Orang yang tersakiti dan masih menyimpan luka cenderung akan meneruskan luka itu ke orang lain bisa dalam bentuk yang lain dan ke orang yang tidak tau apa-apa secara sadar atau tidak sadar. Sama halnya dengan kasus toxic parent ini, banyak ortu yang mungkin bersikap "toxic" pada anaknya bahkan tanpa mereka sadari. Dan hal itu bisa jadi dikarenakan mereka juga mendapatkan perlakuan yang sama dari ortu mereka dulu. Dalam hal ini juga bisa jadi ortu kita pun belum pulih dari luka yang mereka terima dari ortu mereka yang secara sadar atau tidak sadar diteruskan ke kita dalam bentuk perilaku toxic.

Toxic is toxic.

Sebagai anak, kita perlu berusaha memahami bagaimana kalau kita jika ada di posisi ortu (empati). Tapi, perbuatan toxic tetap toxic, abusive tetap abusive. Hanya karena kita pernah tersakiti bukan berarti kita berhak meneruskan luka kita ke orang lainnya lagi atau memperlakukan orang lain dengan cara yang sama seperti kita pernah diperlakukan. Hanya karena kita pernah tersakiti bukan berarti ketika kita menyakiti orang lainnya lagi lantas perbuatan kita jadi bisa dibenarkan atau dimaklumi. Berempati dan tindakan abusive/toxic yg dilakukan itu 2 hal yang berbeda dan perlu ada batasannya.

Bantu dirimu sendiri.

Mengkomunikasikan perilaku toxic ortu dan menyampaikan kebutuhan kita mungkin tidak mudah. namun bukan berarti kita harus pasrah begitu saja. Kesehatan mental kita adalah hak kita. Perilaku toxic mereka bukan salah kita. Kita tidak bisa menunggu orang lain untuk peduli dengan kondisi mental diri sendiri. Ketika ortu belum bisa memberikan feedback sesuai yang kita harapkan dan butuhkan, bantu diri sendiri. Jangan ragu meminta bantuan ke profesional, keliling diri dengan orang-orang yang benar-benar peduli dan supportif, terus isi diri kita dengan wawasan tentang kesehatan mental, itu semua sangat membutuhkan inisiatif dari diri sendiri.

Luangkan waktu untuk me-time.

Jika kondisimu memang mengharuskanmu untuk berinteraksi lebih sering dengan ortu toxic (tinggal serumah dll), berusahalah untuk meluangkan waktu mengisi kembali dirimu. Misalnya, ketika kamu sedang di kamar setelah mendapatkan emotional abusive, dengarkan lagu yang membuatmu merasa lebih tenang, dengerkan podcast tentang mental health atau lakukan sesuatu apapun itu yang kamu suka yang dapat membuat kondisimu lebih baik, Seimbangkan rasa stres kamu karena emotional abuse dengan hal- hal lain yg lebih positif, agar setidaknya membantu mengurangi paparan negative vibes lebih jauh.

Sembuhkan luka dan putuskan rantainya.

Ketika kita tidak memulihkan luka emosional kita makin besar kemungkinan kita untuk mengulangi hal yang sama ke anak kita kelak bahkan tanpa sadar. Memang tidak mungkin ada ortu yang parenting nya sempurna, tapi setidaknya kita bisa belajar dari apa yang sudah pernah kita rasakan sekarang. Apa yang kita rasa "buruk" dampaknya, buang, cari cara asuh yang lebih tepat sebagai pengganti nya. Untuk bisa mendidik anak kita dengan lebih baik nantinya, healing dan belajar parenting yang tepat perlu dilakukan agar tidak mengulangi kesalahan yg sama

Just in case, ortu kita masih bisa diajak komunikasi dengan baik, ada baiknya jika kita juga sedikit demi sedikit mengedukasi mereka seputar toxic parenting dan mental health, karena tidak sedikit ortu yang tidak menyadari perilaku mereka toxic bahkan berdampak buruk pada kondisi mental anak hanya karena belum teredukasi.

Kesehatan mental adalah hak setiap individu. Fokus ke apa yang bisa diupayakan, fokus ke solusi bukan masalah, itulah yang akan membuat kita tumbuh sebagai manusia apapun masa lalu dan luka emosionalnya. mendidik anak kita dengan lebih baik nantinya, healing dan belajar parenting yang tepat perlu dilakukan agar tidak mengulangi kesalahan yg sama

Komentar